Simo adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia. Batas sebelah selatan adalah kecamatan Sambi. Sebelah timur kecamatan Nogosari.
Arti nama
Dalam bahasa Jawa Baru "sima" berarti macan atau harimau. Di perempatan dekat terminal bus terdapat tugu harimau. Namun sima dalam bahasa Jawa Kuna berarti "tanah perdikan" atau "tanah yang dibebaskan dari pajak". Nama terakhir ini lebih memungkinkan. Di seluruh Jawa terdapatkan nama-nama tempat Sima lainnya.
Di dalam versi yang lain, nama simo bermula dari sejarah demak dan pengging. Sebagaimana kita ketahui, bahawa demak dengan sultan fatah mempunyai pertentangan dengan ki ageng pengging. Demak sebagai kerajaan islam yang didukung oleh wali songo berseberangan dengan ki ageng pengging yang merupakan anak murid dari Syech Siti jenar. Walisongo mengutus sunan kudus untuk pergi ke pengging dengan maksud mengajak ki ageng pengging agar mau bergabung dengan demak. di dalam perjalanan ke pengging itulah rombongan sunan kudus bermalam di sebuah hutan di sebelah utara kali cemara. Ketika bermalam itu Sunan kudus memukul pusaka berupa gong yang namanya Kyai SIMA, yang bunyinya mirip dengan auman harimau (simo).
Mendengar suara aumana harimau itu, kemudian penduduk sekitar beramai-ramai menuju ke hutan dengan maksud menangkap harimau tersebut. Bukan harimau yang ditemui tapi Sunan Kudus dan rombongan yang mereka jumpai. Ketika ditanya kedatangan mereka ketengah hutan, penduduk menjawab ' bahwa tadi ada suara harimau sehingga mereka bermaksud untuk membunuhnya. Kemudian oleh sunan kudus dijawab bahwa tidak ada harimau dan mereka disuruh kembali kerumah dan oleh sunan kudus daerah itu kemudian dinamakan Simo.
Kota pelajar
Simo terkenal sebagai kota kecamatan pelajar. Di kota ini terdapat tugu pelajar yang dibangun tahun 1985 di perempatan Tegalrayung sebagai simbol atas kenyataan ini. Hampir semua penduduk muda lulus SMA atau sederajat. Ratusan sarjana, master dan doktor muncul dari kecamatan ini.
Simo memiliki pasar kebutuhan sehari-hari yang buka setiap hari dan buka secara besar di hari pasaran Pahing, pasar hewan di Pasar Simo yang buka juga setiap Pahing dan pasar hewan di Karangjati yang ramai pada hari Pahing dan Kliwon. Di sebelah utara Karangjati terdapat pegunungan yang dinamakan Gunung Madu. Di sini terdapat banyak goa peningalan zaman Jepang tepat di sisi jalan raya. Pemandangan luas ke arah kota Surakarta dapat dinikmati dari daerah ini. Simo juga memiliki berbagai tempat peninggalan bersejarah yang cukup menarik untuk dijadikan tempat wisata. Yaitu gunung madu dan gunung tugel yang mempunyai daya tarik tersendiri, tapi sayang pemerintah daerah setempat belum terlalu memberikan perhatian kepada kawasan ini.
Kenyataan bahwa simo adalah kota pelajar sangat nampak nyata, dapat dilihat dari banyaknya sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan bahkan perguruan tinggi yang berdiri di daerah ini, mulai dari sekolah negeri, swasta, sampai sekolah khusus yang berbasis keagamaan. Prestasi kecamatan simo dapat dikatakan cukup membanggakan, dimana SMU Muhammadiyah 1 Simo pernah meraih juara no 1 untuk cerdas cermat tentang perkoperasian tingkat Jawa Tengah pada tahun 1990 dan mewakili Jawa Tengah untuk tingkat nasional, SMA Negeri 1 Simo telah meraih gelar no 2 terbaik se-Jawa Tengah pada Tahun Ajaran 2006 kemarin. Selain itu SMP Negeri 1 Simo adalah sekolah yang tertua di daerah ini yang telah menghasilkan alumni-alumni yang berpretasi yang telah menyebar di seluruh Indonesia. Di antaranya DR.Ir.Djoko Hermanianto, MSc salah satu alumni dari Jerman yang sampai sekarang sebagai Dosen di IPB - Bogor. Ia adalah asli putra seorang petani yang berada di Dusun Pulung - Kelurahan Gunung - Kecamatan Simo.
Sebagai kota pelajar, elemen masyarakat di Simo telah melengkapi diri dengan mendirikan sebuah perpustkaan umum yang didirikan oleh LSM Pemuda Bangun Sejahtera (PBS). LSM ini didirikan oleh putra daerah setempat, yakni AB Wahyudi alis Mas Gembong Mantri Garem, alumnus SMP Negeri 1 Simo. Perpustakaan PBS diresmikan oleh Bupati Boyolali, Drs. H Srimoelyanto, 18 September 2006. Lokasi perpustakaan berada satu kompleks dengan kecamatan. Saat ini, perpustkaan PBS mengoleksi buku tak kurang dari 10.000 buku.Kiprah LSM PBS yang didirikan oleh mantan Ketua PWI Cabang Jateng, H Bambang Sadono SH MH dan mantan Sekretaris PWI Cabang Jateng, Wahyudi, patut disambut gembira dan positif, khususnya para pemuda yang pernah menamatkan pendidikannya di kota kecil tersebut.
Tidak hanya perpustakaan umum di kecamatan Simo, LSM PBS juga membuka perpustakaan desa di Desa Krobokan, Kecamatan Juwangi, Boyolali. Peresmiannya juga dilaksanakan bersamaan dengan peresmian perpustakaan PBS Simo 18 September 2006. Saat ini LSM PBS juga tengah merintis pelestarian lingkungan di seluruh wilayah Kabupaten Boyolali. LSM PBS di Simo juga menyediakan "TANAMAN UNTUK RAKYAT" di kompleks Perpustakaan PBS.
Wisata Kuliner Pasar Simo
Pasar Simo mempunyai ragam dagangan khususnya makanan yang khas. Dari gudangan (urap) daun adas yang hanya tumbuh di Selo Boyolali, kupat tahu dengan bakmi glepung singkong - lomboknya digerus pake sendok, gule kambing dengan acar bawang merah utuhan, bergedel singkong (ketemu rasa sama di RM ayam goreng Ciganea Jabar), mentho kacang, gemblong, gendar dengan kelapa parut, puli pecel, tempe mbok Darubi, nasi tempe mendoan dengan bungkus daun jati, tahu rebus atau bacem, wedang serbat/jahe disimpan dengan 'jun', hingga yang baru belakangan hadir seperti bebek dan ayam goreng, pecel lele, gudeg, angkringan malam dan aneka jajanan yang tak kalah level mutunya dengan eks Pengging atau Solo. Semua nikmat, all you can eat. Apalagi Simo didukung ketersediaan air minum yang berkwalitas sehingga masakan dan minuman jadi enak.
Sayang, masakan masakan yang menjadi trade mark tahun 60an seperti saoto-nya Pak Wiro atau mBok Mangun Cebleng, panganan Nyah Yute (ibu tua yang warungnya menyajikan wajik, jenang jadi, krasikan, kue lapis, klepon, ketan bubuk dele, .. diracik rapi dalam takaran daun pisang - mungkin kalau sekarang masih ada bisa mengalahkan Ny Week Muntilan), krupuk Pak Marto Krupuk (yang mengolah sendiri dari singkong mentah menjadi tepung kanji sampai produk akhir krupuk / bakmi), gule-nya P Kaji Wetan Pasar (mbahnya Ngadenan dan Rahardjo), semuanya sudah tak berlanjut, karena putera puterinya tidak ada yang meneruskan.
Simo dulu grosir-nya tape. Tape pohung Simo kondang manisnya, berpikul-pikul setiap hari dipasok ke pasar pasar di Solo. Saat itu terminal bis Simo-Solo (hanya ada dua bis, Eva dan Sridaya) masih berada di depan pasar. Dari sini pedagang pedagang tape menunggu bis dan menggunakan untuk angkutan ke Solo. Tape Simo saking manis dan 'njuruh'nya, air tape bercucuran dari atas (atap bis untuk bagasi), mengenai penumpang yang duduk dipinggir jendela, body bis pun lengket-lengket. Kunci kelezatan tape Simo ini, selain karena pohung-nya yang baik, juga ada pada ragi tape yang diproduksi oleh Na Kok Liong dari jalan Nonongan Solo - kala itu. Sekarang pemandangan ini sudah tidak dijumpai lagi. Tapi tape pohung, baik yang glondongan model peuyeum Bandung atau tape gaplek (potongan kecil kecil dibungkus daun pisang), dan tape ketan item masih bisa dinikmati di pasar ini.
Apa yang ada sekarang masih sangat memuaskan untuk dicoba sebagai alternatif wisata kuliner, selain wisata ke Gunung Tugel, Rogo Runting dan seterusnya. Mak nyuus ... rasa bumbu lawas tenan, berserat bikin badan sehat. Sayang sekarang tinggal kenangan...
Desa/kelurahan
- Bendungan
- Blagung
- Gunung
- Kedung Lengkong
- Pelem
- Pentur
- Simo
- Sumber
- Talakbroro
- Talakbroto
- Temon
- Teter
- Walen
- Wates
2 komentar:
wah cah boyolali. jadi kangen sm desa temon
Gimana ya kuliner kuliner itu tinggal kenangan....mga putra putri Simo bisa membangun Simo lebih maju lagi.....Alumnus Kebon ijo th 1988...
Posting Komentar